Marah adalah hal yang wajar bagi setiap orang. Siapapun bisa marah. Namun terkadang porsi marah kita yang kurang tepat atau bahkan salah tempat.
Ketika marah, kebanyakan orang akan mengedepankan emosi dan mengabaikan logika. Mereka merasa benar, dirugikan, dan ingin meluapkan kemarahan pada "sasarannya". Apa yang ada diotak sudah tertutupi oleh emosi dan nafsu. Yang tersisa hanya benci dan rasa ingin membalas.
Itulah mengapa kita sering menutup "mata" ketika marah. Yang saya bicarakan adalah mata hati, bukan makna mata secara harfiah.
Ketika marah, seringkali kita melihat dari sudut pandang kita saja. Sangat subjektif.....
Kita jarang memposisikan diri pada pihak pemicu marah... Hal ini yang selalu membuat kita merasa paling benar. Ya, terlalu mudahnya kita mengabaikan alasan. Alasan mengapa bisa marah, alasan mengapa si dia bersalah, dan lain-lain.
Padahal jika diuraikan permasalahan dengan benar, fenomena marah berlebih (yang berakibat buruk pada kesehatan si empunya mara) akan dapat dihindari.
Mungkin beberapa tips berikut bisa dipraktekkan untuk berkompromi dengan "marah":
1. Ketika marah, sejenak kita diam dan mengambil nafas dalam-dalam dan hembuskan secara perlahan, lakukan beberapa kali hingga otot yang menegang bisa sedikit rileks
2. Hindari hal-hal yang dapat memperkeruh masalah
3. Coba lihat masalah dari sudut pandang lain
4. Fikirkan ulang apakah masalah tersebut "layak" untuk menjadi alasan mengapa kita marah
5. Ingatlah marah bisa merusak kesehatan kita. Bisa memicu hipertensi, stroke, dan serangan jantung.
6. Ingatlah ketika marah, setan akan lebih mudah merasuki fikiran kita untuk menjadi lebih marah
7. Ingat kebaikannya
8. Lupakan
9. Dan yang paling berat adalah maafkan
Mungkin tulisan di atas hanya sekedar teori yang bisa jadi saya sendiri sulit mempraktekan, Tapi apa salahnya jika kita mencoba supaya bisa menjadi lebih arif dengan keadaan dan mampu mengendalikan diri sehingga marah yang terjadi memang sesuai dengan porsi dan kondisi.
Ketika marah, kebanyakan orang akan mengedepankan emosi dan mengabaikan logika. Mereka merasa benar, dirugikan, dan ingin meluapkan kemarahan pada "sasarannya". Apa yang ada diotak sudah tertutupi oleh emosi dan nafsu. Yang tersisa hanya benci dan rasa ingin membalas.
Itulah mengapa kita sering menutup "mata" ketika marah. Yang saya bicarakan adalah mata hati, bukan makna mata secara harfiah.
Ketika marah, seringkali kita melihat dari sudut pandang kita saja. Sangat subjektif.....
Kita jarang memposisikan diri pada pihak pemicu marah... Hal ini yang selalu membuat kita merasa paling benar. Ya, terlalu mudahnya kita mengabaikan alasan. Alasan mengapa bisa marah, alasan mengapa si dia bersalah, dan lain-lain.
Padahal jika diuraikan permasalahan dengan benar, fenomena marah berlebih (yang berakibat buruk pada kesehatan si empunya mara) akan dapat dihindari.
Mungkin beberapa tips berikut bisa dipraktekkan untuk berkompromi dengan "marah":
1. Ketika marah, sejenak kita diam dan mengambil nafas dalam-dalam dan hembuskan secara perlahan, lakukan beberapa kali hingga otot yang menegang bisa sedikit rileks
2. Hindari hal-hal yang dapat memperkeruh masalah
3. Coba lihat masalah dari sudut pandang lain
4. Fikirkan ulang apakah masalah tersebut "layak" untuk menjadi alasan mengapa kita marah
5. Ingatlah marah bisa merusak kesehatan kita. Bisa memicu hipertensi, stroke, dan serangan jantung.
6. Ingatlah ketika marah, setan akan lebih mudah merasuki fikiran kita untuk menjadi lebih marah
7. Ingat kebaikannya
8. Lupakan
9. Dan yang paling berat adalah maafkan
Mungkin tulisan di atas hanya sekedar teori yang bisa jadi saya sendiri sulit mempraktekan, Tapi apa salahnya jika kita mencoba supaya bisa menjadi lebih arif dengan keadaan dan mampu mengendalikan diri sehingga marah yang terjadi memang sesuai dengan porsi dan kondisi.
0 komentar:
Post a Comment